PENDAHULUAN
Setiap manusia
hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam menghadapi dan menjalankan
bebagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang
lain. Corak ekonomi Islam sendiri berdarsarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu
suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Sementara ekonomi
yang dianut dalam Islam adalah ialah sesuatu yang menjadi kepentingan umum
dijadikan milik bersama, sedangkan sesuatu yang tidak menjadi kepentingan umum
dijadikan milik pribadi.
Setiap manusia
mempunyai kebutuhan tersendiri untuk dirinya sendiri, sehingga sudah pasti sering
terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan
masing-masing, maka dari itu perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan
manusia itu agar tidak melanggar dan mengambil hak-hak orang lain. Disinilah
nantinya akan timbul hukum hak dan
kewajiban, yang mengatur peradaban diantara sesama manusia. Hak sendiri
merupakan kekuasaan seseorang terhadap suatu barang tertentu yang telah menjadi
milik. Namun orang yang memiliki suatu barang belum tentu berhak atas barang
tersebut. Karena ada macam dan bentuk dari hak dan milik. Lebih jelasnya akan
kita bahas didalam makalah.
RUMUSAN MASALAH:
1. Apa
pengertian dari hak, milik dan hak milik?
2. bagaimana
dasar hukum hak dan milik?
3. bagaimana
sebab-sebab kepemilikan?
4. apa saja
macam-macam hak?
5. hikmah dari
kepemilikan?
A. PENGERTIAN HAK DAN MILIK
1.
Pengertian hak
Menurut pengertian umum, hak ialah:
اِخْتِصَاصٌ يُقَرِّرُبِهِ
الشَّرْعُ سُلْطَةً أَوْتَكْلِيْفًا
“suatu
ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau
suatu beban hukum” [1]
Dalam
Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan, bahwa:
Hak secara Etimologi berarti milik, ketetapan dan kepastian, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
ôs)s9 ¨,ym ãAöqs)ø9$# #n?tã öNÏdÎsYø.r& ôMßgsù w tbqãZÏB÷sã ÇÐÈ
“Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah)
terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.”[2]
Hak diartikan pula dengan menetapkan dan menjelaskan
sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an surat al-Anfal: 8
¨,ÅsãÏ9 ¨,ysø9$# @ÏÜö7ãur @ÏÜ»t7ø9$#
Lebih lanjut lagi akan dijelaskan pengertian hak menurut
Ulama Fiqih (Terminologi):
1. Menurut sebagian para Ulama mutaakhirin:
الْحَكْمُ الثَابِتُ شَرْعًا
“Hak adalah suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’.”
2. Menurut Syekh Ali Al-Khafifi:
مَصْلَحَةٌ مُسْتَحِقَةٌ شَرْعًا
“hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’.” [4]
3. Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa’:
اِخْتِصَاصَ يُقَرِّرُبِهِ الشَّرْعُ سُلْطَةً
“hak adalah suatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara’ suatu kekuasaan
atau taklif.”
4. Menurut Ibnu Nujaim:
اِخْتِصَاصٌ حَاحِزٌ
“hak adalah suatu kekhususan yang terlindungi.”
Menurut Wahbah Az-Zuhaili, bahwa definisi yang
dikemukakan oleh Ibnu Nujaim dan Mustafa Ahmad Az-Zarqa’ adalah definisi yang
komprehensif, karena dari kedua definisi itu tercakup berbagai macam hak,
seperti hak Allah terhadap hamba-Nya (shalat, puasa, dan lain-lain), hak-hak
yang menyangkut perkawinan, hak-hak umum (hak negara dan hak harta benda) dan
hak yang non materi (hak perwaliaan atas seseorang).
2. Pengertian milik
Pada hakikatnya yang memiliki harta secara mutlak adalah Allah SWT. yang
menciptkan semua apa yang ada dalam alam ini. Hal ini banyak dinyatakan Allah dalam al-Qur’an diantaranya pada surah
Ali Imran ayat 109:[5]
¬!ur $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 4 n<Î)ur «!$# ßìy_öè? âqãBW{$# ÇÊÉÒÈ
“
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah
dikembalikan segala urusan.”
Namun seluruh yang dimiliki Allah itu dijadikan Allah untuk manusia semuanya
sebagaimana dinyatakan-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 29:
uqèd Ï%©!$# Yn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèÏJy_ ....
Sedang dalam artian bahasa milik adalah Penguasaan terhadap sesuatu,
yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu
yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan
syara’.
Maka, hubungan antara manusia dan benda miliknya adalah hubungan antara
pemilik dan yang dimiliki, yang dalam Fikih Islam disebut hubungan malikiyah
ditinjau dari orangnya, atau hubungan mamlukiyah ditinjau dari
bendanya.[7]
B.
MACAM-MACAM MILIK DAN HAK
1.
Macam-macam milik
Milik
ada dua macam, yaitu milik sempurna dan milik tidak sempurna, milik atas zat
benda (Raqabah) dan manfaatnya adalah milik sempurna, sedang milik atas
salah satu zat benda atau manfaatnya saja adalah tidak sempurna.
·
Milik Sempurna
Ciri-ciri
milik sempurna adalah :
a.
Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
b.
Pemilik mempunyai kebebasan menggunakan, memungut hasil dan melakukan
tindakan-tindakan terhadap benda miliknya, sesuia dengan keinginannya.
Milik Sempurna Tidak Terbatas waktu, artinya sesuatu benda milik
seseorang selama zat dan manfaatnya masih ada, tetap menjadi milik, selagi
belum dipindahkan pada orang lain.
Secara teoritis, sepintas tampak bahwa hukum Islam memandang milik
sempurna itu adalah milik mutlak yang harus dijamin keselamatannya dan
kebebasan pemiliknya melakukan tindakan-tindakan terhadap miliknya itu. Namun apabila
dihubungkan dengan segi-segi ajaran Islam tentang fungsi hak milik, kebebasan
pemilik benda bertindak terhadap benda-benda miliknya itu tidak mutlak.
Hal ini berarti bahwa kepentingan orang lain harus menjadi perhatian
setiap pemilik benda. Orang tidak mempunyai hak mutlak bertindak terhadap benda
miliknya dengan mengabaikan kepentingan orang lain.
·
Milik Tidak Sempurna
Milik Tida Sempurna Ada Tiga Macam :
a.
Milik Atas Zat Benda Saja (Raqabah), tanpa manfaat.
b.
Milik atas manfaat atau hak atas mengambil manfaat benda dalam sifat
perorangan.
c.
Hak mengambil manfaat benda dalam sifat kebendaannya, yaitu yang disebut
hak-hak kebendaan.[8]
2.
Macam-macam Hak
Ulama
Fiqih mengemukakan, bahwa macam-macam
hak dilihat dari berbagai segi:
1.
Dari segi pemilik hak
Dilihat
dari segi ini, hak terbagi menjadi 3 (tiga) macam:
a.
Hak Allah SWT. Yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah mengagungkan-Nya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihad,
amar ma’ruf nahi munkar.
Hak-hak
Allah ini tidak dapat dikaitkan dengan hak-hak pribadi. Hak-hak Allah ini,
disebut dengan juga dengan hak masyarakat. Seluruh hak Allah tidak dapat digugurkan,
baik melalui perdamaian (Ash-Shulh),
maupun pemaafan dan tidak boleh diubah.
b. Hak
manusia, yang pada hakikatnya untuk memelihara kemaslahatan setipa pribadi
manusia. Hak ini ada yang bersifat umum seperti menjaga (menyediakan) sarana kesehatan,
menjaga ketentraman, melenyapkan tindakan kekerasan (pidana) dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat
merusak tatanan masyartakat pada umumnya.
Kemudian ada lagi hak manusia yang bersifat khusus,
seperti menjamin hak milik seseorang, hak istri mendapatkan nafkah dari
suaminya, hak ibu memelihara anaknya, hak bapak menjadi wali dari anak-anaknya,
dan hak berusaha (berikhtiar) dan lain-lain yang sifatnya untuk pribadi
(individu).[9]
Kemudian hak manusia ada yang dapat digugurkan dan ada yang tidak dapat
digugurkan :
a)
Hak manusia yang dapat digugurkan.
Pada
dasrnya seluruh hak yang berkaitan dengan pribadi, bukan yang berkaitan dengan
harta benda (materi), dapat digugurkan. Umpamanya : hak qishash, dan hak
khiyar. Pengguguran hak pribadi ini dapat dilakukan dengan membayar ganti rugi,
atau tanpa ganti rugi[10].
b)
Hak manusia yang tidak dapat digugurkan.
1)
Hak yang belum tetap, seperti hak istri atas nafkah yang akan
datang, atau seperti hak khiyar pembeli sebelum melihat barang (objek ) yang
dibeli.
2)
Hak yang dimiliki seseorang secara pasti berdasarkan atas ketetapan
syara’ seperti ayah atau kakek menggugurkan hak mereka untuk menjadi wali dari
anak yang masih kecil, atau hak wakaf atas benda yang diwakafkannya, karena hak
wakaf itu berasal dari miliknya.
3)
Hak-hak , yang apabila digugurkan berakibat berubah hukum-hukum
ssyara’ ,seperti suami menggugurkan haknya untuk kembali (rujuk) kepada
istrinya dan seseorang menggugurkan hak pemilikannya terhadap suatu benda
(menggugurkan hak hibah atau wasiat).
4)
Hak-hak, yang di dalamnya terdapat hak orang lain, seperti ibu
menggugurkan haknya dalam mengasuh anak, suami menggugurkan idah istri yang
ditalaknya, orang yang dicuri hartanya menggugurkan hak hukuman potong tangan
bagi si pencuri. Sebab semua hak ini berserikat (gabungan). Apabila ada seorang
yang menggugurkan haknya, maka tidak dibenarkan dia menggugurkan hak orang lain
(hak Allah dan hak manusia dalam kasus pencurian).[11]
c. Hak
berserikat (gabungan) antara lain hak Allah dan hak manusia. Mengenai hak
gabungan ini, adakalanya hak Allah yang lebih dominan (lebih berperan) dan
adakalnya hak manusia yang lebih dominan.
2.
Dari segi obyek hak
Menurut Ulama Fikih, dari segi obyeknya, hak terbagi
atas:
a.
Haqq maali (hak yang berhubungan dengan harta), seperti hak penjual terhadap harga barang
yang dijualnya dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya. Demikian juga
hak orang yang menyewakan terhadap benda yang disewakannya dan hak penyewa
terhadap barang yang disewanya (manfaatnya, tidak memilki).
b.
Hak ghairu maali adalah hak-hak yang tidak terkait denga harta
benda (materi), seperti hak qhisash, seluruh hak Asasi manusia, hak wanita
dalam talak karena suaminya tidak memberi nafkah, hak suami untuk mentalak
istrinya karena mandul, hak perwalian terhadap seseorang dan hak-hak politik
(hak bebas menggunakan pendapat).
c.
Haqq asy-sakhsyi adalah hak-hak yang yamg ditetapkan syara’ bagi pribadi berupa
kewajiban terhadap orang lain, seperti hak pejual untuk menerima hakrga barang
yang dijualnya, dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya. Demikian hak
seseorang terhadap utang, hak seseorang untuk menerima ganti rugi, karena
hartanya dirampas atau dirusak, dan hak istri atau kerabat untuk menerima
nafkah.
d.
Haqq al-‘aini adalah hak seseorang yang ditetapkan syara’ terhadap suatu zat, sehingga ia
memilki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu, seperti
hak memiliki suatu benda, hak irtifaaq (pemanfaatan
sesuatu seperti jalan, saluran air) dan hak terhadap benda yang dijadikan
sebagai jaminan utang.[12]
e.
Hak mujarrad dan ghairu mujarrad.
1)
Haqq mujarrad adalah hak
murni yang tidak meninggalkan bekas. Apabila di gugurkan melalui perdamaian
atau pemaafan. Umpamanya : dalam persoalan utang . jika pemberi utang
menggugurkan utang tersebut , dalam pengertian tidak menuntut pengembalian
utang itu, maka hal itu tidak memeberi bekas sedikitpun bagi yang berutang.
2)
Haqq ghairu mujarrad adalah suatu hak yang apabila digugurkan atau
dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan. Umpanya: dalam hak
qhishash . apabila ahli waris terbunuh memaafkan pembunuh, maka pembunuh yang
tadinya berhak dibunuh menjadi tidak
berhak lagi. Hal ini bararti bahwa pembunuj yang tadinya halal dibunuh, menjadi
haram, karena telah dimaafkan oeleh ahli warisnya. Inilah yang dimaksudkan berbekas
(berpengaruh) bagi yang dimaafkan. Dalam hak ghairu mujarrad ini boleh
dilakukan perdamaian dengan pemberian ganti rugi (diat). Sedangkan dalam hak
mujarrad tidak boleh dilakukan perdamaian dengan ganti rugi.[13]
3.
Dari segi kewenangan pengadilan (hakim) terhadap hak tersebut.
Dari
segi ini ulama fiqih membagi menjadi dua macam:
a.
Haqq diyaani (keagamaan), yaitu hak-hak yang tidak boleh dicampuri
oleh kekuasaan kehakiman. Umpamanya : dalam persoalan utang yang tidak dapat
dibuktikan oleh pemberi utang, karena tidak cukup alat-alat bukti di depan
pengadilan. Sekalipun tidak dapat dibuktikan didepan pengadilan, maka tanggung
jawab yang diutang di hadapan Allah tetap ada dan dituntut pertanggung
jawabannya di ahirat kelak. Oleh sebab itu bila lepas dari hak kekuasaan
kehakiman, seseorang tetap dituntut di hadapan Allah dan di tuntut hati
nuraninya sendiri.[14]
b.
Haqq qadhaai adalah seluruh hak dibawah kekuasaan pengadilan
(hakim) dan pemilk hak itu mampu membuktikan haknya didepan hakim. Perbedaab
antara haqq diyaani dan haqq qadhaai
terletak pada persoalan dzahir (lahir) dan batin.[15]
C.
SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN
Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat
dimiliki oleh manusia, sehingga manusia dapat memiliki benda. Faktor-faktor
yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain:
1. Ikraj al Mubahat , untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh
seseorang) atau:
اَلْمَالُ الَّذِىْ لَوْيَدْخُلُ
فِى مِلْكٍ مُحْتَرَمٍ وَلاَ يُوْجَدُمَانِعٌ شَرْعِيٌّ مِنْ تَمَلُّكِهِ
“harta
yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tak ada
penghalang syara’ untuk dimmiliki.”
Untuk
memiliki benda-benda mubahat tersebut diperlukan dua syarat yaitu:
ü
Benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seseorang mengumpulkan
air dalam suatu wadah, kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak
berhak mengambil air tersebut, sebab telah di-ikhraj-kan orang lain.
ü
Adanya niat (maksud) memiliki. Maka seseorang memperoleh harta mubahat
tanpa adanya niat, tidak termasuk ikhraz,umpamanya seorang pemburu
meletakkan jaringnya di sawah, kemudia terjeratlah burung-burung, bila pemburu
meletakkan jaringnnya sekedar untuk mengeringkan jaringnya, ia tidak berhak
memiliki burung-burung tersebut.[16]
2. Khalafiyah, yang dimaksud dengan khalafiyah ialah:
حُلُوْ لُ شَخْصٍ أَوْ شَيْئٍ
جَدِيْدٍ مَحَلَّ قَدِيْمٍ زَائِلٍ فِى الْحُقُوْقِ
“Bertempatnya
seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama, yang telah
hilang berbagai macam haknya. ”
Khalafiyah ada
dua macam, yaitu:
Ø
Khalafiyah syajhsy’an syakhsy, yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta-harta
yang ditinggalkan oleh muwaris, harta yang ditinggalkan oleh muwaris disebut
tirkah.
Ø
Khalafiyah syai’in syai’in, yaitu apabila seseorang merugikan milik orang lain atau menyerobot
barang orang lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang, maka wajiblah
dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta. Maka khalafiyah
syai’in syai’in itu disebut tadlim atau ta’widl (menjamin
kerugian).
3. Tawallud min Mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah
dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut.
sebab
pemilikan Tawallud min Mamluk,dibagi kepada dua pandangan (i’tibar) yaitu:
§
Mengingat ada dan tidak adanya ikhtiar terhadap hasil-hasil yang
dimiliki (i’tibar wujud al ikhtiyar wa’adamihi fiha )
§
Pandangan tehadap bekasnya (i’tibar atsariha)[17]
Dari segi ikhtiar, sebab maliyah (memiliki)
dibagi dua macam, yaitu ikhtiyariyah dan jabariyah , sebab ikhtiyariyah
adalah:
مَا كَانَ لْآِنْسَانُ مُخْتَارً
افِى إِيْجَادِهَا
“sesuatu
yang manusia mempunyai hak dan ikhtiar dalam mewujudkan”
Sebab-sebab
ihtiyariyah ada dua, yaitu ikhraj al-mubahat dan ‘uqud[18]
Sedangakan yang dimaksud dengan jabariyah adalah:.
مَا لَيْسَ لِلْاِ نْسَانِ فِى
إِيْجَادِهَااِخْتِيَارٌ
“sesuatu
yang senantiasa tidak mempunyai ikhtiar dalam mewujudkan”
Sebab-sebab
jabariyah ada dua macam, yaitu irts dan tawallud min
al-mamluk.
4. Karena penguasaan terhadap milik negara atas
pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a. ketika menjabat sebagai
khalifah ia berkata; sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang tidak
memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun”.
Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian
dimanfaatkan oleh seseorang maka orang itu berhak memiliki tanah itu.[19]
D. HIKMAH KEPEMILIKAN
1.
Manusia tidak boleh sembarang memiliki harta, tanpa mengetahui aturan-aturan
yang berlaku dan yang telah disyari’atkan.
2.
Manusia akan mempunyai prinsip bahwa mencari harta itu harus dengan
cara-cara yang baik, benar dan halal.
3.
Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi merupakan
suatu amanah dari Allah SWT. Yang harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup manusia dan disalurkan dijalan Allah.
4.
Menjaga diri untuk tidak terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan oleh syara’.
5.
Manusia akan hidup tenangdan tentram dengan memiliki harta yang
dicari dengan jalan yang baik, benar dan halal sesuai panduan Allah swt.[20]
KESIMPULAN
A. Hak adalah suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu
kekuasaan atau suatu beban hukum
B. Milik adalah Penguasaan terhadap sesuatu, yang
penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang
dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan
syara’.
C. Milik terbagi menjadi dua macam yaitu : milik sempurna
dan milik tidak sempurna.
D. Macam-macam Hak ada 10 yaitu:
Haq al-milkiyah, Haq al-intifa’, Haq
al-irtifaq, Haq al-istikhan, Haq al-ikhtibas, Haq qarar, Haq al-murur, Haq
ta’alli, Haq al-jiwar dan Haq syafah
E. Sebab-sebab dari kepemilikan yaitu, Ikraj al-mubahat, khalafiyah,
Tawallud min mamluk dan karena penguasaan.
F. Hikmah dari Milik
·
Dengan adanya kepimilikan seseorang mempunyai kekuatan
hukum atas suatu benda.
·
Dapat mengambil manfaat dari benda yang dimilikinya.
G. Hikmah dari Hak
·
Dengan adanya hak seseorang memiliki kekuasaan atas
hartanya.
·
Hak dapat digunakan sebagai pembatas seseorang dalam melakukan
sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (
Jakarta: Raja Grafindo,2002)
Hasbi Ash Shiddieqiy, Pengantar Fiqih
Mu’amalah ( Jakarta: Bulan Bintang,tt)
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum
Muamalat ( Yogyakarta: UII
Press’2000)
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih
( Bogor: Prenada Media, 2003)
Ali Hasan, Berbagai macam Transaksi Dalam
Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2004)
0 komentar:
Post a Comment